BAB IV
FAKTOR LINTAS BUDAYA DAN GLOBALISASI
A. Pendahuluan
Bab ini akan menjelaskan peran strategis faktor hubungan lintas budaya dan arus global yang melanda seluruh kehidupan manusia termasuk kearifan lokal Nusantara.Mahasiswa dapat menggunakan sumber lain yang terkait dengan percampuran atau pertemuan antar budaya dan akibatnya serta pengertian-pengertian globalisasi.
Tujuan Instruksional Khusus: Mahasiswa mampu menjelaskan faktor-faktor dari peran hubungan lintas budaya dan pengaruh globalisasi. Selanjutnya mahasiswa dapat melakukan evaluasi dan menunjukkan secara arif pemaknaan kultural. Penyadaran atas relativitas budaya dan pengaruh arus globalisasi.
B. Penyajian
1. Benturan nilai dan relativitas budaya
Individu atau masyarakat biasanya menganut nilai sendiri-sendiri. Bila terjadi pertemuan di antaranya dan satu dengan yang lain nampak tidak cocok, maka pihak yang satu biasanya merasa benar dan menyalahkan pihak yang lain. Apabila satu dianggap salah oleh yang lain maka ini menunjukkan bahwa tindakan-tindakan kultural bukan semata-mata bersifat subjektif atau pribadi tetapi lebih menjadi bersifat intersubjektif. Individu sesungguhnya tidak bertindak sendiri. Makna suatu tindakan adalah makna yang ditanggapi bersama dengan orang lain. Makna ini didasarkan pada asumsi-asumsitindakan kultural. Oleh karenanya penilaian kultural menjadi relatif (meskipun dalam konteks etis apa pihak yang mengambil posisi relativisme etis dan absolutisme moral , dan menurut pandangan teologi, di atas relativitas tersebut yang mutlak adalah kebenaran Tuhan). Dalam budaya tertentu orang mungkin harus mengagung-agungkan dirinya di depan umum dalam rangka memberi semangat rakyat, tetapi dalam budaya yang lain tindakan tersebut mungkin dianggap sombong atau bahkan dilarang (Adeney, 1995: 16-17).
2. Perbedaan orientasi nilai budaya
Hal yang menjadikan masing-masing orang atau kelompok orang berbeda-beda dan menilai sesuatu secara berbeda adalah karena orientasi nilai masing-masing mereka yang berbeda. Perbedaan latar belakang dan orientasi budaya ini menyebabkan terjadinya konflik. Oleh karena itu perlu masing-masing orang atau kelompok orang menyadari perbedaan orientasi nilai budaya ini. Tentang bagaimana orang yang berbeda nilai budaya ini dapat saling memahami dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan jalan dialog. Tentang orientasi niai budaya ini dapat dilihat pada model kuantum individu, sosial, dan kosmos (Adeney, 2000:377-379). Data ini dipakai sebagaiupaya memahami aneka pemahaman dan konsentrasi tiap inidvidu atau kelompok pada orientasi budaya.
3. Globalisasi
Globalisasi adalah suatu keadaan, tetapi juga suatu tindakan dimana aktivitas kehidupan tidak lokal dalam suatu negara tetapi mendunia. Hal ini dapat dilihat pada istilah ekonomi global ketika transaksi ekonomi dilakukan lintas negara secara massal. lstilah komunikasi global juga kita semua ketikakita berbincang-bincang tentang penggunaan internet sebagai media komunikasi yang dapat mengakses berita dari seluruh dunia tanpa ada aturan yang terlalu ketat.
Globalisasi bukan gejala baru, bahkan negara-negara maju sudah menggunakan istilah globalisasi bau (new globalism). Bagi Indonesia dan Negara-negara Asia globalisasi masih merupakan pengalaman baru.
Globalisasi sebagai gejala perubahan di masyarakat yang hampir melanda seluruh bangsa sering dianggap ancaman dan tantangan terhadap integritas suatu negara (Hadi Soesastro dalam Jacob Oetama, 2000:36). Dengan demikian bila suatu negara mempunyai identitas lokal tertentu, dalam hal ini kearifan lokal, ia tidak mungkin lepas dan pengaruh globalisasi ini.
Dalam pemahaman pesemistik, globalisasi menyebabkan adanya global phobia, suatu bentuk ketakutan terhadap arus globalisasi sehingga orang atau harus mewaspadai secara serius dengan membuat langkah dan kebijakan tertentu. Bagaimanapun globalisasi merupakan suatu yang tidak dapat dihindari sehingga yang terpenting adalah bagaimana menyikapi dan memanfaatkan
secara baik efek global sesuai dengan harapan dan tujuan hidup kita. Dalam hal kearifan lokal Nusantara, bagaimana kearifan lokal tetap dapat hidup dan berkembang tetapi tidak ketinggalan jaman.
C. Penutup
Dunia sekarang ini tidak memungkinkan manusia untuk tidak berinteraksi secara terbuka terhadap dunia luar. Hubungan lintas budaya, dengan bentuk-bentuk nilai budayanya dan juga arus globalisasi menyebabkan diperlukannya sikap yang bijaksana untuk dapat mengelola faktor-faktor luar tersebut. Dengan demikian, keraifan lokal akan menghadapi tantangan yang cukup berat.Hasil yang diharapkan dari proses pembelajaran pada bab ini adalah mahasiswa menjelaskan secara teoritis pengaruh hubungan lintas budaya dan globalisasi. Tentang bagaimana kajian secara luas terhadap eksistensi kearifan lokal Nusantara pengaruh tersebut akan dilakukan dalam pembelajaran berikutnya.
Artikel / File ini diambil dari www.elisa.ugm.ac.id dimana file ini merupakan karya dari dosen Fakultas Filsafat UGM pengampu materi kuliah Kearifan Lokal oleh Dra. Sartini, M.Hum.