A. Siklus Air di Bumi
Air merupakan sumberdaya alam yang sangat melimpah yang tersebar di
berbagai belahan bumi. Di bumi terdapat kurang lebih 1,3 - 1,4 milyard km^3 air
yang terdistribusi ± 97,5% berada di lautan dan sisanya ± 1,75% berbentuk es di
kutub dan ± 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah dan
sebagainya. Hanya ± 0,001% yang berada di udara sebagai uap air.
Menurut Wisler & Brater (1967) walaupun air sebagian besar berada di
lautan, namun siklus air bersifat konstan di sembarang tempat. Penguapan air
(evaporation) dari permukaan taut dan daratan ke udara lambat laun berubah
menjadi awan dan kemudian akan jatuh kembali sebagai hujan (rain fall) dan
atau saiju ke permukaan bumi. Sebelum sampai ke permukaan bumi, sebagian
air hujan langsung kembali menguap ke udara dan sebagian sampai
kepermukaan bumi. Sebagian air yang sampai di permukaan tanah akan masuk
ke dalam tubuh tanah (infiltration), sebagian akan menguap ke udara
(evaporation), dan sebagian akan mengalir dipermukaan tanah (runoff) menuju
sungai-sungai, danau dan akhirnya ke laut. Air yang masuk ke dalam tubuh
tanah sebagian akan mengalir ke luar masuk ke sungai-sungai, sebagian akan
dimanfaatkan tanaman, sebagian akan diuapkan oleh tanaman (transpiration)
dan sebagian akan tersimpan sebagai air tanah (groundwater)
Sirkulasi air di bumi ini tidak merata. Perbedaan curah hujan dari tahun ke
tahun, dari musim ke musim, dan dari satu wilayah ke wilayah yang lain inilah
yang menyebabkan terjadinya ketimpangan sirkulasi air. Kondisi meteorologi
(seperti suhu udara, tekanan atmorfir, gerakan angin, dan lain-lain) dan kondisi
topografi (seperti kemiringan, penutupan lahan, elevasi dan lain-lain) sangat
menentukan siklus air di suatu tempat. Secara sederhana siklus air di bumi
menurut Srosrodarsono dan Takeda (1983) tertera pada Gambar 1.
Air yang masuk ke dalam tubuh tanah merupakan air yang dimanfaatkan
bagi kehidupan di atas bumi. Adanya ketidakmerataan sirkulasi air di setiap
tempat akan menyebabkan terjadinya berbagai kesulitan seperti kekeringan, dan
atau kebanjiran.
Universitas Gadjah Mada
B. Persamaan Air
Dalam proses daur hidrologi (siklus air) terdapat hubungan antara aliran air yang
masuk (Q ) dengan aliran air yang keluar (Q ) di dalam suatu wilayah tertentu.
i 0
Hubungan ini dalam keadaan keseimbangan dan dikenal sebagai neraca air
(water balance), yang dapat dilukiskan dalam persamaan berikut:
Qi = Qo
H + I + WS = E + T + R + P +Id.............................. (1)
Dimana :
Qi = Debit air yang masuk ke dalam satu wilayah
Qo = Debit air yang keluar dari satu wilayah
H = Curah hujan
I = Irigasi permukaan
Ws = Cadangan air dalam tanah (kelembaban tanah & air tanah)
E = Evaporasi permukaan tanah
T = Transpirasi tanaman
R = Aliran permukaan tanah (runoff)
P = Aliran ke bawah meninggalkan tubuh tanah (Perkolasi)
Id = Aliran lateral dalam tubuh tanah (internal drainage)
Beberapa peneliti rnenganggap bahwa laju perkolasi (P) dan laju aliran
lateral (l ) sangat kecil dibandingkan dengan laju kehilangan yang lain, maka
d
persamaan (1) berubah menjadi:
H + I + WS = E + T + R .............................. (2)
Jika sumber pemasukan air itu hanya dari air hujan (wilayah tadah hujan) maka
persamaan (2) menjadi
H+ WS = E + T + R .............................. (3)
Menurut Seyhan (1995), neraca air menggambarkan antara perolehan
dan kehilangan air dari suatu sistem. Seyhan (1995) membagi neraca air
menjadi 5 kelompok yaitu:
1. Neraca air danau atau reservoir
Qi + Qg + P + ∆S = Qo + Sq + Eo
Dimana : Qi = Masukan air
Qg = Debit air tanah
Universitas Gadjah Mada
P = Curah hujan
∆S = Perubahan dalam cadangan
Qo = Keluaran air
S = Perembesan
q
Eo = Evaporasi permukaan air bebas
2. Neraca air kolam tanah
Qsi + Q i + C + P + ∆S = Qso + Qo + Fr + E
Dimana : Qsi = Masukan air timpasan permukaan
Qi = Masukan air di bawah permukaan tanah
C = Airkapiler
P = Curah hujan
∆S = Perubahan pada lengas tanah
Qso = Keluaran air limpasan permukaan
Qo = Keluaran air di bawah permukaan tanah
FR = Perkolasi
E = Evaporasi tanah
3. Neraca air aquifer
Batas-batas ruang untuk penerapan persamaan neraca air tergantung dari
tujuan kajian. Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2. Batas untuk kajian
Untuk banjir = ABGH
Untuk pertanian = ACFH
Untuk air tanah = CDEF, dan
Untuk sumberdaya air = ADEH
4. Neraca air daerah aliran sungai (daerah tangkapan air)
P = E + Q + ∆S
a
Dimana : P = Curah hujan
∆S = Cadangan permukaan dan bawah permukaan
Q = Debit
Ea = Evapotranspirasi
Universitas Gadjah Mada
5. Neraca air dunia.
PL + ∆S = EL + Q L
Dimana : PL = Curah hujan daratan dan lautan
EL = Evapotranspirasi daratan dan evaporasi laut
QL = Air limpasan ke laut dan samudra
∆S = Cadangan air tanah
Universitas Gadjah Mada
C. Infiltrasi
Permukaan tanah apabila diberi air baik air irigasi maupun air hujan,
sebagian air tersebut akan bergerak masuk ke dalam tanah karena adanya
beberapa gaya yang bekerja pada air tersebut yaitu gaya gravitasi (gaya berat)
dan gaya adsorpsi matrik tanah atau potensial matrik tanah. Proses masuknya
air dari permukaan tanah ke dalam tubuh tanah dikenal sebagai Infiltrasi.
Besarnya air yang terinfiltrasi, sangat ditentukan oleh keadaan permukaan tanah
dan sifat intrinsik (dakhil/internal) tubuh tanah. Keadaan permukaan tanah antara
lain berkaitan dengan ketertutupan tanah, kemiringan tanah, ketermampatan
(kepadatan) permukaan tanah. Sifat dakhil tanah berkaitan dengan tekstur,
struktur, kandungan lengas tanah, ketersekapan udara, keberadaan dan
kedalaman lapisan kedap atau air tanah, dan keseragaman profil tubuh tanah.
Volume maksimum air yang masuk ke dalam tubuh tanah persatuan
waktu dikenal sebagai kapasitas infiltrasi (I), sedang kecepatan masuknya air
ke dalam tubuh tanah persatuan waktu dikenal sebagai laju infiltrasi (i) yang
merupakan turunan atau diferensial dari kapasitas infiltrasi, secara matematis
ditulis sebagai berikut:
I = atau
Beberapa model empiris telah dikembangkan dalam kajian infiltrasi.
Model-model empiris tersebut antara lain :
1. Model Persamaan Kostiakov
Kostiakov (Jury ef a/., 1991) mengembangkan model fnfiltrasr pada tahun
1932 dengan persamaan sebagai berikut :
l = tβ atau
Log I = log () + βlog (t)
yang I = jumlah air infiltrasi kumulatif dari waktu 0 ke t (kapasitas infiltrasi),
sedang a dan |3 adalah konstanta yang berkaitan dengan sifat tanah. Laju
infiltasi diperoleh dengan menurunkan persamaan I sebagai berikut:
i = β-1atau
log i = log () + ( ) log (t)
Universitas Gadjah Mada
2. Model Persamaan Philip
Philip (Jury et al., 1991) membagi infiltrasi menjadi dua komponen yaitu -
infiltrasi horisontal dan infiltrasi vertikal. Di alam begitu air masuk ke dalam profil
tanah, maka akan bergerak ke segala arah yang s§cara garis besar ke arah
horisontal atau mendatar dan ke arah vertikal atau lurus ke bawah. Gerakan
mendatar berkaitan dengan potensial matrik, sedang gerakan vertikal berkaitan
dengan potensial gravitasi dan kapilaritas.
Secara umum persamaan infiltrasi Philip ditulis sebagai berikut:
-
l = St ½ + At dan i = ½ St ½ + A
Dari persamaan ini terlihat bahwa dalam waktu yang lama, laju infiltrasi akan
konstan sebesar nilai konstanta A dan dikenal sebagai laju perkolasi tubuh
tanah (profil tanah). Lamanya waktu yang diperlukan untuk mencapai laju
infiltrasi yang konstan detentukan oleh kandungan lengas tanah awal profil
tanah.
3. Model infiltrasi Norton
Norton (Wisler & Brater, 1967) menyatakan bahwa kapasitas infiltrasi
tanah pada saat awal hujan adalah yang terbesar, kemudian berkurang dengan
semakin lamanya hujan, sehingga mencapai nilai minimum yang konstan. Kurva
inflltrasi Horton diformulasikan sebagai berikut:
F = Fc + (Fo - Fc )e-KT
Dimana:
F = kapasitas infiltrasi pada suatu saat (cm/jam)
Fc = kapasitas infiltrasi pada saat infiltrasi telah konstan
Fo = kapasitas inflltrasi pada permulaan hujan
K = konstanta
T = waktu
Dan e = bilangan normal = 2,71828...
D. Aliran Permukaan
Bagian air hujan yang sampai ke permukaan tanah yang tidak terinfiltrasi
ke dalam tubuh tanah, akan mengalir di permukaan tanah dan dikenal sebagai
aliran permukaan (runoff). Aliran permukaan mencakup pengertian aliran air
sungai (stream flow) atau aliran permukaan sebelum masuk badan sungai
Universitas Gadjah Mada
(surface runoff atau overland flow). Menurut Horton (Wisler & Brater, 1967)
besarnya aliran permukaan ditentukan oleh tipe hujan, intensitas hujan, durasi
hujan, sebaran hujan di suatu wilayah, selisih curah hujan dengan kelembaban
tanah, penggunaan lahan, jenis tanah, luas areal, pola drainase, dan ketinggian,
kemiringan dan bentuk wilayah. Menurut Sosrodarsono & Takeda (1983) faktor
yang mempengaruhi aliran permukaan dibedakan menjadi dua yaitu (1) anasisr
meteorologi dan (2) anasir daerah tangkapan hujan (catchment area).
Jenis-jenis aliran limpasan menurut Norton (Wisler & Brater, 1967) dibagi
menjadi beberapa tipe yaitu :
Tipe 0 (nol). Pada tipe 0 intensitas hujan lebih kecil dari kapasitas
infiltrasi, sehingga tidak terjadi aliran permukaan. Jumlah air yang terinfiltrasi
masih dibawah defisit kadar lengas tanah awal (merupakan selisih kapasitas
tanah menahan lengas maksimum (jenuh) dengan kandungan lengas tanah
mula-mula), sehingga tidak terjadi perkolasi dan tidak terjadi peningkatan volume
air tanah. Tidak terjadi peningkatan laju aliran air bawah tanah. Tipe ini terjadi
pada musim kemarau.
Tipe 1. Intensitas hujan masih lebih kecil dari kapasitas infiltrasi, dan tidak
terjadi aliran permukaan. Jumlah air yang terinfiltrasi melebihi defisit kadar
lengas tanah, sehingga terjadi peningkatan air bawah tanah (air tanah) dan
peningkatan aliran air bawah tanah. Pada tipe ini terjadi 3 kemungkinan yaitu (1)
kecepatan penambahan air bawah tanah lebih kecil dari kecepatan penurunan
aliran air bawah tanah, (2) kecepatan penambahan air bawah tanah lebih besar
dari kecepatan penurunan aliran air bawah tanah normal, sehingga debit aliran
retatif konstan untuk jangka pendek, dan (3) Penambahan air bawah tanah
melebihi penurunan normal aliran air bawah tanah dan terjadi kenaikan
permukaan air bawah tanah.
Tipe 2. Pada tipe ini intensitas hujan lebih besar dari kapasitas infiltrasi
sehingga terjadi aiiran permukaan. Jumlah air yang terinfiltasi masih dibawah
defisit kadar lengas tanah, sehingga tidak menimbulkan aliran bawah tanah.
Terjadi penurunan aliran air bawah tanah yang terus menerus, dan terjadi
peningkatan atiran air sungai. Tipe ini tejadi pada saat hujan lebat yang singkat.
Tipe 3. Pada tipe 3, intensitas hujan lebih besar dari kapasitas infiltrasi
sehingga terjadi aliran permukaan. Jumlah air yang terinfiltasi jauh di atas defisit
kadar lengas tanah, sehingga menimbulkan penambahan ketinggian permukaan
Universitas Gadjah Mada
air bawah tanah. Peningkatan aliran terjadi pada aliran permukaan dan aliran
bawah tanah.
E. Air Tanah
Dalam tubuh tanah terdapat beberapa lapisan baik yang terbentuk
sebagai hasil proses pedogenesa tanah maupun hasil proses geologi. Lapisan
tanah ada yang berpori dan ada yang mampat bahkan kedap air. Berdasarkan
mudah tidaknya dilalui atau meloloskan air, lapisan tanah dibedakan menjadi (1)
Lapisan permeabel yaitu lapisan yang dengan mudah dilalui air. Lapisan ini
biasanya berupa horison tanah atau lapisan sedimen pasir mapun kerikil. (2)
Lapisan impermeabel yaitu lapisan yang sangat sulit dilalui oleh air. Lapisan ini
biasanya berupa lapisan batuan hasil pengendapan (sedimentasi) maubun
lapisan batuan beku. Lapisan impermeabel dibedakan menjadi (a) lapisan kedap
air (aquiclude) yaitu lapisan yang sulit dilalui air, biasanya berupa lapisan
lempung maupun lapisan debu, dan (b) lapisan kebal air (aquifuge) yaitu lapisan
yang menahan air (tidak tembus air), seperti lapisan batuan beku (compacted
1
rock layer ). Lapisan permeabel yang jenuh dengan air (semua port terisi air)
dikenal sebagai akuifer.
Air tanah (groundwater) merupakan tubuh air yang terdapat diantara
strata geologi (perlapisan geologi) yang mengisi pori-pori tanah maupun celah-
celah batuan dimana tekanan air sama dengan tekanan udara atmosfer (P = 0
atm).
Ait tanah biasanya terletak di lapisan permeabel di atas tapisan kedap
atau di antara dua lapisan kedap. Berdasarkan tekanan yang dimiliki, air tanah
dibedakan menjadi dua yaitu (1) air tanah bebas (free groundwater) yaitu air
tanah yang langsung berhubungan dengan daerah (zona) aerasi. Pada air tanah
ini kemungkinan dapat terbentuk air tanah tumpang (perched groundwater) yaitu
air tanah yang terbentk di atas lapisan kedap di daerah zona aerasi yang lebih
besar, dan (2) air tanah terkekang (confined groundwater) yaitu air tanah yang
terletak di antara 2 lapisan kedap. Air tanah terkekang mempunyai tekanan yang
tinggi, dan dapat sebagai sumber air artesis. Secara ilustrasi tertera pada
gambar 2.
Universitas Gadjah Mada